Kamis, Desember 10, 2009

Internet sebagai Ruang Publik

Akhir-akhir ini di media marak diberitakan tentang adanya gerakan 1.000.000 Facebookers yang mendukung KPK dalam kasus KPK vs polisi yang sedang heboh itu. Gerakan ini mendapat dukungan yang luas dari berbagai kalangan pengguna situs jejaring sosial Facebook.

Menurut berita di media, pendukung gerakan ini malah sudah mencapai lebih dari 1,2 juta orang (tvOne, 9 November 2009) . Setelah itu ada juga gerakan Facebookers mengecam Komisi III DPR yang dianggap membela polisi. Selain gerakan di Facebook, kasus KPK vs polisi ini juga banyak didiskusikan di berbagai forum dan milis yang ada di internet. Hal ini menunjukkan bahwa internet telah digunakan oleh masyarakat sebagai tempat untuk menyalurkan aspirasi dan pendapatnya mengenai berbagai hal yang sedang terjadi di masyarakat. Oleh karena itulah internet sering disebut sebagai ruang publik baru (new public sphere).

Dalam tulisan ini saya akan membahas tentang internet sebagai ruang publik (public sphere), yang dapat dianggap sebagai ruang di mana semua anggota masyarakat dapat saling berkomunikasi, mengemukakan pendapat, dan berdiskusi mengenai berbagai hal yang berkaitan dengan kepentingan bersama. Bahkan sebagian ahli berpendapat bahwa internet dapat berpotensi untuk meningkatkan demokrasi.

Boeder (2005) mencatat bahwa public sphere adalah topik yang mengalami perubahan yang dramatis, terutama karena pesatnya perkembangan teknologi, khususnya internet. Istilah public sphere sebenarnya berasal dari konsep yang dikemukakan pertama kali oleh Jurgen Habermas (1962). Ia mengembangkan konsep public sphere (ruang publik) sebagai bagian dari kehidupan sosial dimana warga masyarakat dapat saling bertukar pandangan mengenai masalah-masalah penting, dan kemudian membentuk opini publik.

Thornton (2002) lebih jauh menjelaskan bahwa karya Habermas didasarkan pada deskripsi saat-saat bersejarah pada abad ke-17 dan 18 ketika tempat-tempat umum seperti warung kopi, salon, dan perkumpulan menjadi pusat diskusi masyarakat.
Di masa modern ini, tempat berkumpul masyarakat bukan saja tempat secara fisik, namun juga media, di mana anggota masyarakat dapat mengemukakan pendapatnya. Media tersebut dapat berupa media “tradisional” seperti media cetak, radio, ataupun televisi. Akan tetapi, kehadiran internet sebagai media baru telah membawa perubahan dalam hal kebebasan mengemukakan pendapat.

Banyak cara yang dapat digunakan oleh pengguna internet untuk mengemukakan pendapatnya. Pengguna internet dapat membuat blog yang berisi pendapat tentang suatu masalah tertentu, pandangan politik, pemikiran-pemikirannya dan sebagainya. Salah satu yang menarik dalam penggunaan internet sebagai media berpendapat dan berdiskusi adalah adanya email dan forum-forum diskusi ataupun berbagai mailing list (milis). Dengan menjadi anggota milis kita dapat mem-posting informasi atau hal lainnya, ataupun sekedar curhat mengenai suatu masalah, dan mendapatkan tanggapan atau masukan dari anggota lainnya. Selain itu, yang sekarang sedang menjadi trend adalah penggunaan situs jejaring sosial seperti Facebook.

Hal ini terjadi karena sifat internet yang berbeda jika dibandingkan dengan media yang lain, terutama dalam hal interaktifitasnya. Berbagai opini mengenai isu di masyarakat ditampilkan pada forum diskusi, milis, atau situs jejaring sosial, dan opini-opini tersebut kemudian membentuk agenda di mana anggota forum yang lain menjadi tahu mengenai isu yang sedang dibahas. Selanjutnya akan terjadi diskusi mengenai masalah tersebut.

Dalam hal kebebasan berpendapat pun berbeda. Di internet siapa pun dapat mempublikasikan sendiri pendapatnya tanpa ada sensor dari pemerintah, atau dikatakan internet bersifat terbuka (open publishing). Hal ini berbeda dengan media tradisional dimana pada umumnya terdapat editor yang akan menyeleksi informasi atau pesan yang ditampilkan. Meskipun di forum-forum diskusi juga ada moderator, namun internet tetap relatif lebih bebas dibandingkan media lainnya.Masyarakat juga menggunakan internet karena menganggap bahwa suara mereka akan lebih didengar di dunia maya dibandingkan di dunia nyata.

Dalam gerakan 1.000.000 Facebookers mendukung KPK, para pengguna Facebook menggunakannya untuk menyalurkan aspirasinya dalam kasus KPK vs polisi. Mereka dapat menulis berbagai komentar mengenai kasus tersebut, berdiskusi dan sebagainya. Kasus ini menarik perhatian berbagai pihak dari anggota masyarakat biasa hingga para tokoh masyarakat bahkan Presiden pun sampai merasa perlu membentuk tim untuk membantu menyelesaikan kasus ini. Hal ini karena kasus KPK vs polisi ini mengenai isu yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat secara langsung, yaitu mengenai penegakan hukum di Indonesia.

Akan tetapi beberapa waktu yang lalu juga marak berita mengenai kasus Prita yang ditahan karena mengirimkan email berisi keluhan tentang pelayanan rumah sakit. Hal itu menyebabkan banyak kekhawatiran mengenai kebebasan berpendapat di Indonesia.
Di negara kita, kebebasan berpendapat dilindungi oleh undang-undang. Oleh karena itu, menurut saya, kita sebagai pengguna teknologi tidak perlu khawatir secara berlebihan dalam menggunakan internet. Di lain pihak, pemerintah pun perlu lebih menyosialisasikan berbagai aturan atau undang-undang yang berkaitan dengan penggunaan teknologi. Dengan demikian, di masa depan tidak akan kita temui lagi masalah-masalah yang berkaitan dengan penggunaan teknologi, selama itu bertujuan positif. Yang jelas, penggunaan teknologi tidak dapat dibendung, sama halnya dengan Facebook yang pernah menjadi kontroversi. Teknologi bersifat netral, dan dampak yang dihasilkan akan sangat tergantung pada bagaimana ia digunakan.

Di masa depan, kita mengharapkan internet tetap dapat digunakan sebagai media untuk mengemukakan pendapat dan berdiskusi tentang berbagai masalah yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat, demi menuju Indonesia yang lebih baik. Semoga.

*Artikel opini ini telah diterbitkan di SKH Lampung Post, hari Sabtu 5 Desember 2009. Dapat diakses di http://www.lampungpost.com/cetak/berita.php?id=2009120501125958
Nama : Dhanik Sulistyarini
Pekerjaan : Staf Pengajar
Disiplin Ilmu : Komunikasi & Kajian Media
Kantor : Jurusan Ilmu Komunikasi, Fak. Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Lampung
Alamat Kantor : Jl. S Brojonegoro 1, Bandar Lampung 35145
Telepon Kantor : 0721-704626
Email : dhanik@unila.ac.id, dhanik_e7@yahoo.com

Pendidikan

1999 Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran, Bandung
2005 Master of Communications & Media Studies, Monash University, Australia (AusAID Scholarship)


Publikasi di Jurnal Nasional Terakreditasi

Sulistyarini, D dan Lestari, B. 2005. “Pengaruh Karakteristik Teknologi dan karakteristik Pekerjaan terhadap Penerapan Collaboration Technology Internet Content Filter”, Jurnal Mediator, Universitas Islam Bandung, Vol. 6, No. 2, Desember 2005.
Sulistyarini, D. 2007.”Internet Discussion : an Alternative Media for Indonesian Democracy”, Jurnal Aspirasi, FISIP Universitas Jember, Vol. XVII, No. 1, Juli 2007.
Sulistyarini, D. 2007. “Challenges for Music Industry in the Digital Age”, Jurnal Ilmu Komunikasi, UPN “Veteran” Yogyakarta, Vol. 5, No. 3, September-Desember 2007.
Sulistyarini, D. 2008.”Desijournal : a Virtual Community of the Indian Diaspora”, Sosiohumaniora, Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran, Vol. 10, No. 1, Maret 2008.


Artikel Opini di Surat Kabar


Sulistyarini, Dhanik. 2009. Facebook : Antara Positif dan Negatif, SKH Radar Lampung, 29 Mei 2009. Dapat diakses di www.radarlampung.co.id.
Sulistyarini, Dhanik. 2009. Berita Selebriti dan Khalayak Media, SKH Lampung Post, 9 Juni 2009. Dapat diakses di www.lampungpost.com
Sulistyarini, Dhanik. 2009. Simbiotik Media dan Terorisme, SKH Lampung Post, 27 Agustus 2009, Dapat diakses di www.lampungpost.com
Sulistyarini, Dhanik. 2009. Internet sebagai Ruang Publik, SKH Lampung Post, 5 Desember 2009, dapat diakses di www.lampungpost.com

Narasumber

Narasumber di acara diskusi yang diselenggarakan oleh KPID Lampung tentang “Content Anak di Televisi Lokal-Nasional dan Radio Lokal”, 29 Oktober 2009.
Narasumber di acara Dialog TVRI Lampung tentang ”Menuju Siaran yang Mendidik”, 7 November 2009.
Narasumber dalam acara Pelatihan “Media Literacy untuk Remaja” yang diselenggarakan oleh KPID Lampung di Lampung Utara, 3 Desember 2009, di Bandar Lampung 14 Desember 2009.

Senin, Oktober 26, 2009

Inspiring Book

Yesterday I went to Gramedia to find a book on broadcasting regulations. I found it. And I also found a small book containing short interesting stories from abroad. The writer was a seaman, and he wrote stories about his journey. In my opinion, it's a simple idea, yet an interesting one. I was inspired by the book. Why don't I write stories from Australia, as I stayed in Australia for 1,5 years as a scholarship student?. I think I can try to do that. And who knows if it can be published too? hehehe..

Jumat, September 11, 2009

Mudik

Mudik masih menjadi salah satu agenda yang paling penting bagi saya. Sejak lulus SMA saya sudah terbiasa tinggal jauh dari orang tua, jadi acara mudik setiap Lebaran menjadi acara wajib, meskipun waktu masih jadi mahasiswa di Bandung dulu saya pulang kira-kira setahun 3 kali. Tetapi ketika sudah bekerja, rata-rata saya hanya bisa pulang kampung setiap Lebaran.

Seperti tahun ini, rencananya saya juga akan mudik bersama keluarga ke Kulon Progo. Mungkin ada yang tidak tahu, Kulon Progo itu di bagian Indonesia sebelah mana? Kulon Progo itu salah satu kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta. Kalau kampung saya kira-kira 1 jam dari pusat kota Yogyakarta. Makanya daripada dibilang mengaku-ngaku berasal dari Yogyakarta, padahal Yogya 'coret', sering kali saya langsung bilang kalau saya berasal dari Kulon Progo (proud of being a member of West Prog community hehehe..)

Kedua orang tua saya tinggal di sana, itulah sebabnya mudik begitu penting bagi saya. Selain tujuan utamanya untuk "ngaturaken sedaya kalepatan" alias meminta maaf atas semua kesalahan, juga untuk melepas rindu dengan orang tua dan keluarga yang lain.

Selain saya juga ada beribu-ribu, bahkan mungkin berjuta-juta orang Indonesia lainnya yang menganggap acara mudik begitu penting. Itulah sebabnya setiap Lebaran, banyak orang yang rela ngantri tiket kereta api sampai nginep-nginep di stasiun atau di terminal. Atau berdesak-desakan di kereta api, bus, atau bahkan mudik naik motor yang menurut saya dari segi keamanan kurang menguntungkan.

Memang tersedia banyak maskapai penerbangan yang siap mengantarkan para pemudik untuk pulang kampung, namun tiket pesawat masihlah merupakan barang mewah untuk sebagian besar masyarakat kita, termasuk saya. Sudah hampir 2 kali Lebaran ini saya mudik menggunakan angkutan rakyat alias bus, karena alasan ekonomi, mahalnya tiket pesawat. Dan menurut saya mudik dengan bus masih cukup masuk akal, karena saya juga sudah mempertimbangkan faktor keamanan dan kenyamanan, terutama bagi my daughter.

Akhirnya, bagi para (calon) pemudik, saya ucapkan selamat mudik, have a nice trip!

Rabu, September 09, 2009

Facebook : antara Positif dan Negatif

Beberapa hari terakhir ini, di antara berita-berita politik yang sedang hangat menjelang pilpres, di media juga sedang ramai dibahas mengenai fatwa MUI tentang penggunaan situs jejaring sosial Facebook yang dinyatakan haram, meskipun sebenarnya hal ini juga masih menjadi kontroversi. Para ulama tersebut menyatakan bahwa Facebook haram jika digunakan untuk hal-hal yang negatif seperti berselingkuh, mencari jodoh, bergosip, dan sebagainya.

Dalam tulisan ini, saya tidak akan membahas mengenai fatwa MUI tersebut, namun akan membahas penggunaan Facebook secara umum, manfaat atau potensinya, dan juga kemungkinan penggunaannya untuk hal yang negatif.

Situs pertemanan Facebook sangat populer di masyarakat Indonesia. Pengguna Facebook terdiri dari hampir semua kelompok umur, dari remaja, dewasa, bahkan orang tua. Jika dilihat dari latar belakang profesinya pun ada bermacam-macam, mulai dari pelajar, mahasiswa, professional, para politisi, hingga ibu rumah tangga. Bagi remaja saat ini jika belum memiliki account di Facebook akan tampak “kurang gaul”. Sebagian orang juga akan merasa ada yang kurang jika tidak mengecek Facebook-nya dalam sehari. Pengguna dapat mengakses Facebook baik dari komputer maupun handphone.

Ya, karena begitu populernya Facebook, yang berarti juga akan menguntungkan para operator seluler, maka sekarang ini berbagai operator telepon seluler berlomba-lomba menyediakan sarana Facebook, sehingga semakin mempermudah aksesnya, karena dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja. Pengguna dapat meng-up date statusnya ataupun melakukan aktivitas lain seperti online chat, mengomentari pengguna lain dan sebagainya.

Berbagai hal dapat dilakukan di Facebook, seperti untuk pertemanan (membangun jejaring), reuni dengan teman lama, promosi bisnis, bahkan dapat dimanfaatkan untuk kepentingan politik. Misalnya di Amerika Serikat, Barack Obama pun ternyata memenangkan pemilihan presiden antara lain karena memanfaatkan Facebook dalam kampanyenya. Facebook juga dapat dimanfaatkan untuk saling bercakap-cakap tentang berbagai hal seperti dalam kehidupan nyata.

Pada awalnya Facebook yang dibuat oleh seorang mahasiswa Universitas Harvard pada tahun 2004, dan dirancang hanya untuk digunakan secara terbatas di kalangan mahasiswa Universitas Harvard. Namun mulai tahun 2006 Facebook telah terbuka untuk pengguna umum. Sejak saat itu perkembangannya menjadi sangat cepat. Menurut data suatu penelitian (Needham & Company), pada tahun 2007 telah terdaftar sebanyak lebih dari 21 juta pengguna Facebook.

Selain Facebook sebenarnya masih ada situs-situs lain yang juga dapat digunakan untuk membangun jejaring, seperti MySpace, Twitter, Bebo, Hi5, dan sebagainya. Berbagai situs tersebut memiliki popularitas di wilayah-wilayah tertentu. Sebagai contoh, MySpace dan Facebook populer di Amerika Utara, Bebo sangat populer di Eropa, sedangkan Friendster populer di wilayah Asia pasifik. Sedangkan situs pertemanan yang populer di Indonesia adalah Friendster dan Facebook. Namun tampaknya saat ini popularitas Friendster mulai tergeser oleh Facebook.

Jika diamati sebenarnya fasilitas yang ditawarkan situs-situs tersebut tidak jauh berbeda, seperti untuk mengirim pesan, memasang (up load) foto, dan lainnya. Akan tetapi di Facebook pengguna dapat saling berkomunikasi melalui fasilitas chatting antar sesama teman yang sedang on line. Dalam tabloid Nova edisi Januari 2009 disebutkan berbagai manfaat Facebook, seperti untuk reuni dan nostalgia, karena pengguna dapat melakukan reuni dengan teman-teman lama, teman sekolah jadul (jaman dulu), hingga bertemu lagi dengan mantan pacar, di samping manfaat lainnya, yaitu untuk mendapatkan teman baru.

Hal ini sejalan dengan penelitian Hiller & Franz (2004) bahwa bagi orang-orang yang tinggal berjauhan dari tempat asalnya (perantau), internet dapat digunakan untuk mencari atau berhubungan dengan orang-orang yang sudah lama ‘hilang’ atau kehilangan kontak, dapat juga untuk mencari hubungan baru, dan dapat juga untuk berhubungan lagi dengan orang-orang lama atau teman lama. Meskipun pengguna Facebook tidak selalu orang yang tinggal jauh dari tempat asalnya, namun hal ini dapat diterapkan pada pengguna Facebook.

Manfaat lain Facebook adalah untuk melakukan promosi gratis untuk bisnis. Contohnya pianis Ananda Sukarlan yang sukses menggunakan Facebook untuk publikasi atau promosi acara konsernya sehingga dapat menghemat dana yang besar untuk beriklan atau promosi lainnya (Nova, Januari 2009). Selain itu juga dapat digunakan untuk undangan virtual, membangun jejaring, sumber inspirasi, juga sebagai ajang narsis, misalnya dengan memajang berbagai foto dan video. Facebook juga dapat digunakan untuk rekreasi, karena terdapat berbagai games dan kuis yang dapat dimainkan. Pendeknya, banyak sekali hal menarik yang dapat dilakukan di Facebook.

Jika diamati, aktivitas pengguna Facebook pun seperti yang dilakukan masyarakat
dalam kehidupan nyata, seperti saling bercakap-cakap tentang hal-hal yang biasa dipercakapkan dalam kehidupan nyata, saling menyapa dan bertanya kabar, terkadang antar sahabat saling bercerita masalah pribadi atau curhat, bahkan dapat berjualan atau mempromosikan sesuatu. Ada lagi hal yang cukup menarik mengenai Facebook, bahwa pengguna dapat memiliki pet (binatang piaraan) secara maya.

Situs jejaring sosial bahkan dapat dimanfaatkan sebagai media alternatif bagi para citizen journalists (wartawan warga) untuk meng-up load berita yang mereka tulis. Sebagai contoh, ketika di India terjadi serangan teroris di suatu hotel di Mumbai pada November 2008, Twitter, salah satu situs jejaring sosial, menjadi salah satu sarana untuk saling bertukar informasi mengenai serangan teroris tersebut. Mereka menuliskan perkembangan terakhir melalui Twitter, yang kemudian dengan cepat menyebar di antara para penggunanya.

Banyak penelitian yang telah dilakukan di luar negeri mengenai penggunaan situs jejaring sosial bagi para remaja ataupun pelajar. Salah satunya oleh Ellison, Steinfield & Lampe (2007) yang meneliti tentang pengaruh penggunaan Facebook terhadap social capital para penggunaya. Social capital merupakan berbagai manfaat yang dapat diambil dari penggunaan situs tersebut. Mereka menemukan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara penggunaan Facebook dengan social capital.

Akan tetapi terdapat isu lain tentang situs pertemanan di Internet, misalnya mengenai identitas, bahwa para penggunanya dapat memanipulasi informasi tentang diri mereka, bahkan dapat mengaku menjadi orang lain. Hal ini dilakukan untuk memberi kesan tertentu tentang diri mereka (impression management). Hal ini pun dapat terjadi dalam kehidupan nyata, terkadang orang melakukan kebohongan untuk memperoleh kesan tertentu yang diinginkan.

Facebook pun dapat digunakan untuk hal yang negatif, misalnya di Amerika terdapat pasangan suami istri yang bercerai setelah sang suami menuliskan statusnya sebagai “single”, yang kemudian menimbulkan masalah dalam perkawinan tersebut. Selain itu para orang tua di Amerika juga lebih berhati-hati dengan situs pertemanan yang diikuti oleh anak-anaknya, karena dikhawatirkan dapat terjadi pelecehan seksual terhadap anak-anak di bawah umur, dengan cara seseorang menghubungi remaja anggota situs pertemanan untuk saling berkenalan dan bertemu.

Oleh karena itu, yang perlu dilakukan oleh para pengguna Facebook untuk mengantisipasi hal ini adalah dengan lebih berhati-hati dalam berteman, misalnya dengan membatasi akses terhadap halaman Facebook kita, atau hanya berteman dengan orang-orang yang benar-benar kita kenal atau percaya. Pengguna juga sebaiknya selalu mengecek dulu informasi tentang orang yang ingin menambahkan kita sebagai temannya, sebelum menyetujuinya..

Namun menurut saya, Facebook sama seperti teknologi yang lain, misalnya Internet, yang memiliki dua sisi yang berbeda, positif dan negatif. Semuanya tergantung kepada kita sebagai penggunanya. Facebook dapat dianggap sebagai hasil dari suatu kemajuan teknologi, yaitu Internet, dan teknologi bersifat netral, tidak negatif ataupun positif. Akibat atau manfaatnya akan sangat tergantung pada penggunaanya. Sebagai analogi dapat diambil contoh sebuah pisau, yang dapat digunakan untuk membantu pekerjaan dan dapat pula digunakan untuk hal-hal yang negatif. Menurut saya, perkembangan teknologi tidak dapat dihalangi, karena teknologi memang diciptakan untuk membantu kehidupan manusia.

Di samping itu, selain Facebook, sebenarnya masih terdapat banyak situs jejaring sosial lainnya, seperti yang telah disebutkan di awal tulisan ini, dengan fungsi-fungsi yang tidak saling jauh berbeda. Jadi perdebatan mengenai Facebook menurut saya kurang relevan, karena Facebook hanya salah satu dari banyak situs jejaring sosial yang lain. Oleh karena itu jika ingin membahas mengenai situs jejaring sosial, maka hendaknya dibahas secara umum, karena fungsi-fungsinya pun hampir sama.
Untuk menghindari berbagai hal negatif yang mungkin timbul dari penggunaan Facebook ataupun berbagai situs jejaring sosial lainnya, terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan. Salah satunya, karena penggunaan berbagai situs jejaring sosial sangat populer di kalangan remaja, di mana di usia tersebut mereka sedang ingin bereksplorasi dengan hal-hal baru, termasuk menggunakan situs jejaring sosial, maka para orang tua perlu lebih berhati-hati dan mengenai penggunaan situs tersebut oleh anak-anaknya.

Di samping itu, orang tua perlu memberikan bekal mengenai nilai-nilai agama dan moralitas supaya para remaja dapat membedakan antara yang benar dan salah. Selain itu para penggunanya juga perlu lebih berhati-hati dalam menjalin pertemanan, terutama dengan orang yang baru dikenal, apalagi jika hanya kenal secara online. Para pengguna juga harus berhati-hati jangan sampai menjadi kecanduan (addicted) terhadap Facebook, dan hanya menggunakan facebook utuk hal-hal yang positif. Di akhir tulisan ini, saya hanya akan menyatakan bahwa sekali lagi, dampak penggunaan Facebook atau teknologi lainnya tergantung kepada niat atau motif untuk menggunakannya.

Artikel opini ini telah diterbitkan di Radar Lampung, 29 Mei 2009. (Tapi saya agak kecewa karena sebagian dari artikel ini tidak dapat ditampilkan, sehingga terkesan tidak utuh)

Simbiotik Media dan Terorisme

Selasa, 8 September 2009

Sejak peledakan bom di Hotel JW Marriot dan Ritz Carlton pada tanggal 17 Juli lalu, terorisme menjadi topik yang paling hangat dibahas di berbagai media, baik televisi, surat kabar, ataupun situs-situs surat kabar online di Internet, mengalahkan berita tentang penetapan presiden baru di Indonesia. Tema besar tentang terorisme dianalisis dari berbagai perspektif, seperti mengenai peristiwa peledakan bom itu sendiri, performance pihak kepolisian, siapa pelakunya, dari sisi intelijen, hingga sisi human interest-nya. Dalam kaitan itu, tulisan ini akan membahas mengenai kaitan antara terorisme dengan media.

Antara terorisme dan media memang memiliki keterkaitan yang erat. Tindakan terorisme selalu menarik perhatian media dan mendapat liputan yang luas. Hal ini pun terjadi dalam peristiwa peledakan bom di dua hotel mewah di Jakarta hingga berbagai rangkaian peristiwanya.

Nacos (2002) menyatakan bahwa terorisme dapat dipahami sebagai “mass-mediated political violence”. Dalam hal ini, teroris tidak hanya sekedar melakukan tindakan kekerasan, namun mereka melakukan tindakan terorisme yang memang dirancang untuk mendapatkan liputan yang luas dari media. Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa sebagian besar teroris memperhitungkan konsekuensi dari tindakan tersebut, mengenai kemungkinan untuk mendapatkan perhatian dari media, dan yang paling penting adalah kemungkinan untuk mendapatkan akses ke dalam segitiga komunikasi politik, yaitu antara media massa, masyarakat umum atau kelompok tertentu, dan pemerintah.
Media tidak sekedar menjadi pihak yang pasif dan netral, namun media memilih hal tertentu untuk ditonjolkan, dan meminimalkan hal yang lain. Dengan kata lain, media melakukan framing terhadap tindakan terorisme. Dalam hal ini antara media dan terorisme terjadi hubungan simbiotik yang saling menguntungkan. Di satu sisi teroris mencari publisitas untuk tindakan yang dilakukannya, sedangkan di sisi lain, media memberitakan terorisme untuk meningkatkan jumlah audience-nya, yang pada gilirannya akan meningkatkan keuntungannya.

Picard (1993) mencatat bahwa kekerasan politis seperti terorisme tidak akan berpengaruh jika tidak diketahui oleh otoritas (pemerintah), masyarakat, atau para pendukungnya. Oleh karena itu media berperan penting untuk mengkomunikasikan peristiwa tersebut.

Bagaimanapun, peran media mendapatkan kritik dan telah banyak dibahas. Norris, Kern, dan Just (2003) menyatakan bahwa terdapat dua jenis liputan media tentang terorisme, yaitu satu sisi dan dua sisi. Liputan satu sisi terjadi ketika kebanyakan orang seperti pemimpin, pemerintah, kelompok-kelompok politik tertentu, jurnalis, dan masyarakat umum memiliki pendapat yang sama tentang peristiwa terorisme, dan hanya sedikit pihak yang berbeda pendapat. Sedangkan dalam liputan dua sisi, terdapat lebih banyak diskusi dan perdebatan mengenai tindakan terorisme. Perbedaan pendapat yang tajam dapat terjadi dalam kelompok-kelompok masyarakat yang sangat terpengaruh dampak dari konflik yang terjadi dan di mana kelompok-kelompok masyarakat tersebut memiliki akses terhadap media.

Dalam peristiwa pemboman di hotel JW Marriot dan Ritz Carlton, media di Indonesia pun telah memberitakan secara luas mengenai terorisme dan dibahas dari berbagai perspektif. Jika diamati dari berbagai pemberitaan di media, secara umum dapat dikatakan bahwa media di Indonesia membahas terorisme secara satu sisi, di mana sebagian besar pihak, seperti pemerintah, masyarakat, para tokoh masyarakat, ataupun politisi mengutuk tindakan terorisme. Memang terjadi perbedaan pendapat, namun pada umumnya tidak terlalu signifikan.

Media memiliki peran yang strategis dalam masyarakat, yaitu sebagai sumber informasi, termasuk mengenai peristiwa terorisme. Seperti dalam pemboman di dua hotal di Jakarta tersebut, media berlomba-lomba memberitakan tentang peristiwa itu dan selalu meng-up date informasi dalam breaking news. Bagi masyarakat yang kurang puas dengan berita dari media ‘tradisional’ seperti televisi dan surat kabar, dapat mengakses situs-situs berita online di internet yang di-up date setiap saat.

Namun media juga perlu menjaga jangan sampai kepentingan media bergesekan dengan kepentingan pihak pemerintah dan kepolisian dalam membongkar aksi terorisme. Sebagai contoh dalam peristiwa penyergapan teroris yang ditayangkan sebuah stasiun televisi secara langsung, yang dikhawatirkan telah membocorkan teknik-teknik polisi dalam menangkap teroris.

Sebaliknya, media diharapkan dapat menjadi mitra bagi pemerintah dalam mengungkapkan jaringan para teroris. Hal ini karena jangkauan media yang luas, dapat berperan sebagai media sosialisasi kepada masyarakat mengenai wajah-wajah para teroris dan berita tentang terorisme, sehingga masyarakat akan lebih waspada. Selain itu, media juga diharapkan tetap menjadi sumber informasi yang kredibel mengenai terorisme, dengan analisis yang tajam dan menggunakan narasumber yang kredibilitasnya telah diakui secara umum.

Artikel opini ini telah diterbitkan di Lampung Post, 27 Agustus 2009

Senin, September 07, 2009

Berita Selebriti dan Khalayak Media

Dhanik Sulistyarini
Dosen Jurusan Ilmu Komunikasi Unila, Alumnus Master of Communications & Media Studies, Monash University, Australia

Berita atau informasi tentang selebriti merupakan salah satu topik yang paling populer di media, terutama televisi. Kita dapat melihat tayangan informasi tentang selebriti atau yang sering disebut dengan infotainment, di semua stasiun televisi sejak pagi hingga sore, bahkan malam hari.

Salah satu topik yang sedang hangat-hangatnya dibahas adalah mengenai kasus Manohara. Kurang lebih sepekan terakhir ini berita tentang Manohara terlihat mendominasi berbagai media, baik media cetak, elektronik, maupun internet, dan ditayangkan di berbagai acara infotainment maupun berita (news).

Berita tentang kasusnya yang diduga mengalami penyiksaan dari suaminya, seorang pangeran dari Kelantan, menyita perhatian berbagai lapisan masyarakat, dari rakyat kecil hingga para pejabat negeri ini. Berita ini sangat menarik karena dapat dibahas dari berbagai sisi, misalnya entertainment, hukum, bahkan dapat dikaitkan dengan hubungan bilateral dua negara yang kebetulan saat ini sedang memanas karena masalah Ambalat.

Tulisan ini tidak akan membahas masalah Manohara dari hal-hal tersebut, tapi akan membahas tentang informasi selebriti di media dan hubungannya dengan khalayak (audience), dan menggunakan kasus Manohara sebagai contoh. Sebagian anggota masyarakat mungkin menganggap pemberitaan Manohara terlalu berlebihan karena sejatinya kasus tersebut merupakan masalah rumah tangga, yang tidak hanya dialami Manohara, tapi tidak diekspose seheboh Manohara.

Namun, jika dilihat dari sisi kepentingan media, hal ini merupakan sesuatu yang sah-sah saja. Media berorientasi kepada profit, dapat dipahami bila kasus Manohara sangat menyita perhatian media. Hal ini karena kasus ini menyangkut orang penting, yaitu seorang pangeran dari Kerajaan Kelantan di Malaysia. Kasus ini pun menyangkut pejabat Indonesia di Malaysia. Selain itu, Manohara merupakan seorang wanita cantik, yang baru merintis karier di dunia hiburan di Indonesia. Jadi kasus ini bukan tentang “orang-orang biasa”.

Pada umumnya masyarakat senang mengikuti berita mengenai para orang penting maupun para selebriti. Acara-acara gosip dapat kita temui di semua stasiun televisi, kita pun dapat membaca tentang gosip para selebriti di media cetak ataupun tabloid. Meskipun jika diperhatikan, berita-berita atau gosip yang ditayangkan tidak jauh berbeda di antara sesama stasiun televisi dan tabloid.

Croteau & Hoynes (2003) mengungkapkan dunia selebriti hiburan juga berkaitan dengan pertanyaan tentang kesenangan (fun). Siapakah orang-orang terkenal ini, dari mana mereka berasal, dan mengapa mereka pantas mendapatkan perhatian kita?

Jika kita melihat masyarakat Indonesia kontemporer, dapat dilihat bahwa pertanyaan-pertanyaan tersebut penting. Misalnya jika dilihat bagaimana ramainya pemberitaan tentang Antasari Azhar dan Rani Juliani yang mendadak menjadi selebriti ataupun sekarang kasus Manohara.

Manohara pun tadinya bukan orang penting di Indonesia, sebelum ia diperistri sang pangeran dan dikabarkan mendapatkan penyiksaan. Sekarang ia menjadi selebriti dalam sekejap “berkat penderitaannya”. Terlepas dari benar atau tidaknya berita penyiksaan ini, berita ini telah banyak mendapatkan perhatian.

Croteau & Hoynes (2003) menulis, “Some people are more valuable than others” atau bahwa sebagian orang memang lebih berharga daripada yang lain. Masalah “kelas” atau status sosial merupakan hal yang penting dalam industri media. Dalam konteks media berita (news media), kelas atau status sosial merupakan hal yang penting. Berita-berita yang kita baca di media cenderung menyoroti isu-isu yang berkaitan dengan pembaca dan penonton dari kalangan kelas menengah ke atas, ataupun tentang orang penting dalam masyarakat.

Oleh sebab itu, dapat dimengerti jika beberapa waktu yang lalu berita di media banyak mengangkat kasus pembunuhan yang menyangkut mantan ketua KPK Antasari Azhar ataupun isu-isu politik yang berkaitan dengan para elite politik menjelang pemilihan presiden. Kini sorotan media beralih ke kasus Manohara.

Jika dianalisis dari sisi khalayak (audience), Joshua Gamson (1994) dalam Hoynes & Croteau (2003) menyatakan kegiatan “menonton para selebriti” merupakan tindakan yang kompleks dan bahwa khalayak menggunakan berbagai strategi interpretif dalam interaksinya dengan dunia selebriti. Sebagian khalayak percaya pada apa yang mereka lihat di media, dan memandang para selebriti ini lebih pada bakat yang mereka miliki.

Sebagian yang lain memandang para selebriti ini sebagai sesuatu yang artifisial dan senang menikmati tantangan untuk melihat yang di belakang layar, melepas topeng para selebriti “fiksi” ini. Sedangkan sebagian khalayak yang lain melihat para selebriti ini sebagai “mainan”, dan tidak memandang selebriti baik sebagai realitas maupun sebagai sesuatu yang artifisial.

Playfulness atau sikap main-main ini berkisar pada dua aktivitas, yaitu gosip dan pekerjaan detektif. Untuk sebagian orang, kesenangan menonton selebriti ada pada gosip, yaitu saling berbagi informasi mengenai kehidupan selebriti. Ini sangat menyenangkan karena mereka dapat menertawakan, ataupun memberi komentar sesukanya tanpa ada konsekuensi.

Sedangkan tipe khalayak yang lain lebih menyukai sisi detektif, dengan cara mengumpulkan berbagai informasi dari berbagai media tentang selebriti tertentu, dan mereka menemukan kesenangan ketika mereka merasa telah menemukan apa yang dicarinya.

Terlepas dari tipe manakah kita sebagai audience (khalayak), hendaknya kita tidak begitu saja percaya pada semua yang kita baca dan dengar dari media, tapi lebih cerdas dan kritis dalam menerima berbagai informasi dari media.


Artikel opini ini telah dimuat di SKH Lampung Post, 7 Juni 2009 (available at www.lampungpost.com)


Jumat, September 04, 2009

Belajar nge-blog

Friday, 4th September 2009


Hari ini saya baru belajar nge-blog. Mungkin bagi orang lain kedengaran sangat kuno sekali ya. Masak hari ini baru belajar nge-blog. Tetapi bagi saya, memerlukan keberanian tersendiri untuk menulis sesuatu dan dipublikasikan secara global (cie..global). Selama ini saya kurang percaya diri untuk menulis sesuatu dan dibaca oleh entah siapa. Saya memang sedang belajar menulis, tetapi selama ini audiens-nya terbatas. Jadi ini merupakan hal yang baru.

Namun, akhirnya saya memberanikan diri untuk membuat blog ini karena saya merasa memang sudah perlu. Jadi saya akan menggunakan blog ini untuk menulis apa saja yang ingin saya bagi dengan orang lain, dan saya berharap itu akan bermanfaat bagi orang lain.

Ada cerita yang lucu dari salah satu dosen saya di Monash dulu. Dia bilang ada temannya yang buat blog, tapi temannya itu terkejut sendiri waktu blognya ternyata ada yang baca. Hehehe...lucu ya, buat blog, tapi tidak siap untuk dibaca.

Begitulah, mudah-mudahan blog ini bermanfaat bagi yang membacanya. Amin..